Cybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet. Cybercrime atau kejahatan dunia maya dapat didefenisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan komunikasi. Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal.

Jenis Cybercrime Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

  • Illegal Contents Merupakan kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data   atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.


  • Penyebaran virus secara sengaja Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.


  • Data Forgery Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.


  • Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya. Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas – AS , Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya, banyak situs belanja online yang memblokir IP atau internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs itu.

Disini saya akan menjelaskan mengenai CARDING.



Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel. Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak pernah dikirimkan.

Contoh kasus yang pernah saya dengar, jadi ada seseorang yang melakukan pembelian barang disebuah web e-commerce yaitu LAZADA. Dia pertama memilih barang yang dia inginkan, lalu pada saat menuju ke pilihan untuk pembayaran dia memilih menggunakan visa/kartu kredit. Nah disini dia melakukan kejahatan cyber yaitu dengan menggunakan kartu kredit orang lain yang dinamakan CARDING. Jadi pembelanjaan menggunakan kartu kredit ini tidak dibutuhkan password atau pin dan lain sebagainya, mereka hanya membutuhkan nomor kartu, masa berlaku kartu, nomor CVV, dan nama pemilik. Dengan menggunakan itu semua mereka bisa berbelanja sepuasnya kalau limitnya masih tersedia.


Hukum Dasar :

Undang - undang yang mengenai Cybercrime sendiri yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya, namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah kepastian hukum.





Pelaku carding (khususnya pada jenis card not-present) bisa berada di wilayah yurisdiksi negara manapun. Konsep yurisdiksi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) memberlakukan UU tersebut untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia (pasal 2 UU ITE).

Cara penyidik mencari identitas pelaku yang berada di luar yurisdiksi wilayah negara Indonesia dapat dilakukan melalui mekanisme Mutual Legal Assistance (“MLA”) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. MLA memungkinkan Aparat penegak Hukum (“APH”) antarnegara bekerja sama dalam rangka permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan negara diminta. Sampai saat ini, Indonesia baru melakukan empat perjanjian bilateral dalam hal bantuan hukum timbal balik ini, yakni dengan Australia, Cina, Republik Korea, dan Hong Kong.



Antisipasi Carding :

Ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk mengantisipasi tindak kejahatan carding:

1.    Jika Anda bertransaksi di toko, restoran, atau hotel menggunakan kartu kredit pastikan Anda mengetahui bahwa kartu kredit hanya digesek pada mesin EDC yang dapat Anda lihat secara langsung.

2.    Jika Anda melakukan transaksi belanja atau reservasi hotel secara online, pastikan bahwa website tersebut aman dengan dilengkapi teknologi enskripsi data (https) serta memiliki reputasi yang bagus. Ada baiknya juga jika Anda tidak melakukan transaksi online pada area hotspot karena pada area tersebut rawan terjadinya intersepsi data.

3.    Jangan sekali-kali Anda memberikan informasi terkait kartu kredit Anda berikut identitas Anda kepada pihak manapun sekalipun hal tersebut ditanyakan oleh pihak yang mengaku sebagai petugas bank.

4.    Simpanlah surat tagihan kartu kredit yang dikirim oleh pihak bank setiap bulannya atau jika Anda ingin membuangnya maka sebaiknya hancurkan terlebih dahulu menggunakan alat penghancur kertas (paper shredder). Surat tagihan memuat informasi berharga kartu kredit Anda.


5.    Jika Anda menerima tagihan pembayaran atas transaksi yang tidak pernah Anda lakukan maka segera laporkan kepada pihak bank penerbit untuk dilakukan investigasi.



Video contoh kasus mengenai POLDA JATIM Tangkap Pelaku Kejahatan Carding.




Komentar